Menurutnya kebiasaan menanam bunga beraroma diperkirakan dilakukan sejak zaman Kesultanan Islam berkembang di Nusantara.
Lantaran pada masa Hindu-Buddha, kematian tidak dilakukan dengan pengebumian, melainkan melalui pembakaran seperti ngaben.
Tradisi ini dapat dibuktikan hingga saat ini di Bali, sebagai contohnya.
Pemakaian bunga ini memang sudah dilakukan sejak lama oleh masyarakat Nusantara yang terekam lewat relief di Candi Penataran dan Borobudur.
Regina Yofani dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia menerangkan keberadaan bunga itu lewat skripsinya: Beragam Tanaman di Relief Candi di Jawa Timur Abad 14 Masehi (2010). Bunga banyak diletakkan di beberapa tempat ibadah suci yang juga masih bisa ditemukan di Bali dan Tengger.
"Di sana (Bali) sih banyak ditanam kamboja yang putih dan kemerahan," ujar Hariri.
"Tidak hanya jadi tanaman hias tapi juga tanaman di Pura, bahkan di beberapa patung pun ditanamkan bunga Plumeria."
Hani Ristiawan alumni mahasiswa kehutanan Institut Pertanian Bogor, dalam forum yang sama bercerita tentang pengalamannya mengamati berbagai jenis tanaman di area pemakaman, dan membuat ilustrasinya sejak Juni lalu.
"Ternyata jumlah spesiesnya lebih 160-an, selebih dari itu saja belum saya eksplorasi lebih. Semenjak saya masuk kehutanan, itu saya sering mengamati tanaman di kuburan tua," papar Hani.
"Bisa jadi masyarakat kita dulu ini sudah punya kearifan untuk membagi ruang dengan sekitarnya. Jadi jelas mana yang diperuntukkan untuk pemukiman, ladang, dan pemakaman dengan tanam-tanaman itu."
Itu bisa dibuktikan, selain peletakan makam, masyarakat Nusantara memiliki pemahaman tata ruang yang diyakini berdasarkan filosofinya.
Hani menerangkan, pelokasian tempat-tempat penting oleh masyarakat tradisional bahkan terekam dalam berbagai peta masa kolonialisme Belanda.
Pada makam sendiri, kuburan lokasinya dibagi dan biasanya berada di bukit atau tanah yang menjorok yang semakin ke atas, semakin suci seseorang dikuburkan.
Kamboja adalah yang sering ditemukan di pemakaman kini.
Tak hanya Indonesia, beberapa kebudayaan di Asia Tenggara memiliki mitos tentang bunga itu.
Misalnya, di Vietnam bunga kamboja adalah representasi dari kematian.
Di Thailand bunga itu diberi nama lantom yang tidak boleh ditanam di halaman rumah, dan hanya menjadi tanaman pemakaman.
"Itu karena spelling-nya mirip rantom yang dalam bahasa Thailand berarti keputusasaan. Jadi sangat diusahakan tidak ditanam di halaman rumah untuk menghindari keputusasaan oleh orang-orang di dalam rumahnya," Hariri menambahkan.
"Walau sekarang, anggapan jelek itu sudah terkikis dan dijadikan sebagai pewangi, sajen, dan digunakan untuk festival tahun baru Thailand."
"Kamboja itu filosofinya banyak banget. Di Filipina dan Indonesia dipercaya sebagai kehadiran makhluk halus."
Sejatinya, bunga kamboja sendiri bukanlah tanaman asli Nusantara, melainkan dari kawasan tropis di Amerika Latin.
Hariri memaparkan, bunga kamboja ini ada hubungannya dengan penemuan Christopher Colombus menemukan Amerika.
Salah satu awaknya adalah kakek dari Charles Plumier.
Source | : | nationalgeographic.co.id |
Penulis | : | Idam Rosyda |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar