Menggelar pernikahan di bulan Suro, dipercaya bisa membawa malapetaka dalam rumah tangga, bukan cuma pernikahan, berbagai hajatan pun biasanya tak boleh dilakukan di bulan ini.
Tak heran, menjelang akhir bulan Dzulkahijjah atau Dzulhijjah, masyarakat Jawa buru-buru menggelar hajatan pernikahan sebelum memasuki bulan Suro.
Lantas, mengapa kepercayaan ini muncul? Apa alasan pantangan ini?
Pernikahan bulan Suro
Sebagian masyarakat Jawa percaya, menikah di bulan Suro bisa mendatangkan nasib buruk bagi pengantin, kepercayaan muncul sejak zaman Hindu Mataram.
Pada bulan Suro, Batara Kala sedang berkuasa, adapun Batara Kala sang penguasa Suro juga merupakan penguasa waktu yang menjalankan hukum karma atau sebab akibat.
Dewa ini dipercaya suka memakan manusia,artinya, mereka memakan nasib baik yang dimiliki manusia, sehingga hanya tersisa nasib buruknya untuk itu, segala hal yang berkaitan dengan bulan Suro sebaiknya dihindari agar auranya tetap baik jika melanggar, dikhawatirkan nasib buruk akan datang.
Selain pernikahan, beragam hajatan juga sebaiknya tak digelar di bulan ini. beberapa di antaranya seperti sunatan, membangun rumah, hingga pindah rumah.
Bagi pasangan yang tetap ingin menikah di bulan ini, sebaiknya ijab kabul dilakukan sebelum memasuki bulan Suro sementara pesta resepsi masih bisa digelar di bulan ini.
Di sisi lain, menurut kepercayaan Hindu, bulan Suro adalah bulan untuk merenung, pada bulan ini, masyarakat meningkatkan kemampuan spiritualnya, mereka membersihkan jiwa dari sifat buruk, nafsu, angkara, dan hal-hal lain yang sifatnya negatif.
Refleksi renungan ini lebih baik dilakukan, ketimbang menggelar hajat yang sifatnya mengeluarkan banyak uang sementara itu, menggelar pernikahan atau jenis hajatan lainnya hanya akan mendorong seseorang mengeluarkan biaya yang banyak.
Source | : | TribunBatam.id |
Penulis | : | Nindy Nurry Pangesti |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar