Saat dihubungi Satya menjelaskan bahwa memang terdapat ketentuan baru terkait gaji suami yang menceraikan istri yang ada di Surat Kepala BKN Nomor 6437/B-AK.03/SD/F/2022.
“Itu surat Kepala BKN ke seluruh PPK Instansi Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota,” ujar Satya kepada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).
Satya menjelaskan isi surat tersebut adalah menguatkan surat terdahulu.
“Isinya menguatkan surat terdahulu,” ungkapnya.
Surat tersebut menurutnya menegaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor:10 Tahun 1983 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, terdapat sejumlah ketentuan antara lain pada:
a. Pasal 8
1. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya.
2. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas istrinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.
3. Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian gaji yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil kepada bekas istrinya ialah setengah dari gajinya.
4. Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan karena istri berzinah, dan atau melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat, penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
5. Apabila perceraian terjadi atas kehendak istri, maka ia tidak berhak atas bagian penghasilan dari bekas suaminya.
6. Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak berlaku, apabila istri meminta dicerai karena dimadu, dan atau suami berzinah dan atau suami melakukan kekejaman atau penganiayaan'berat baik lahir maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk, pemadat, penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah meninggalkan istri selama dua tahun berfurut-turut tanpa izin istri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Lena Astari |
Editor | : | Lena Astari |
Komentar