GridFame.id - Korban utang pinjol semakin bertambah setiap tahunnya.
Dianggap sebagai solusi saat kondisi ekonomi mendesak, pinjol justru memberikan risiko berat yang harus ditanggung setiap peminjam.
Pinjaman online (pinjol) adalah bentuk layanan keuangan yang memungkinkan seseorang untuk meminjam uang secara online dengan proses yang cepat dan mudah.
Meskipun dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam memperoleh pinjaman, namun banyak orang terlena dan terjebak dalam penggunaan pinjaman online yang berkelanjutan dan mengarah pada hutang yang semakin menumpuk.
Pinjol menawarkan proses yang cepat dan mudah dalam memperoleh pinjaman, sehingga banyak orang tergoda untuk mengajukan pinjaman tanpa mempertimbangkan kembali kemampuan mereka dalam mengembalikan pinjaman.
Pinjol juga tidak memerlukan jaminan dalam bentuk apapun sehingga memungkinkan orang-orang yang tidak memiliki jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
Namun, ini juga berarti bahwa bunga dan biaya pinjaman lebih tinggi, yang dapat menyebabkan jumlah hutang semakin bertambah.
Beberapa pinjol tidak melakukan verifikasi kredit pada peminjam, yang berarti bahwa seseorang dapat meminjam meskipun mereka memiliki riwayat kredit yang buruk.
Namun, ini juga dapat menyebabkan seseorang terjebak dalam siklus utang yang tidak sehat.
Akibatnya teror debt collector dan penagihan tiada henti harus dirasakan peminjam seriap harinya.
Agar tak jadi korban berikutnya, simak ini 3 alasan yang menyebabkan orang terjebak pinjaman online.
Baca Juga: Pinjol yang Nekat Menagih ke Kontak Darurat Ternyata Bisa Dikenai Huku Pidana, Berikut Penjelasannya
Dilansir dari laman resmi blog.kredivo.com, ini 3 alasan yang menyebabkan orang mudah terjebak pinjaman online:
Prosesnya pengajuan di layanan pinjaman online memang lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan cara konvensional.
Dalam kondisi darurat, orang-orang tentu lebih memilih pinjaman online ketimbang konvensional tapi, lantaran kondisinya darurat, tak sedikit yang terburu-buru dan asal mengajukan tanpa melakukan riset terlebih dahulu seputar layanan pinjaman online yang dipilih.
Lalu setelah pinjaman disetujui, barulah nasabah menyadari bahwa aplikasi yang dipilih belum diberi izin OJK.
Mereka pun akhirnya terjebak dalam pinjaman online ilegal yang tidak terjamin keamanannya.
Padahal, perlu diketahui bahwa layanan pinjaman online yang lulus uji kelayakan, akan terdaftar dalam situs resmi Otoritas Jasa Keuangan sebagai fintech legal yang aman untuk digunakan oleh masyarakat.
Apabila layanan pinjaman online yang dipilih belum diberi izin oleh OJK, artinya keamanannya tak terjamin. Hal inilah yang belum banyak diketahui orang.
Bukan hanya menyepelekan perkara legalitas pinjaman online, banyak pula yang tidak mengecek lagi besaran suku bunga yang dikenakan.
Mereka pun asal setuju saja dengan ketentuan bunga yang diberikan, padahal layanan pinjaman online yang dipilih mengenakan bunga jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasar, misalnya 1% per hari, atau 30% per bulan.
Total bunga ini juga harus dibayarkan dalam tenor yang sangat singkat, mulai dari 14 hari sampai maksimal 1 bulan.
Padahal rata-rata pinjaman online legal menerapkan suku bunga yang tak jauh dari bunga kredit konvensional.
Saat ini rata-rata bunga kredit konvensional adalah 2,25% per bulan, maka jika ada pinjaman online yang bunganya jauh di atas angka tersebut, artinya sudah tidak masuk akal.
Dari rata-rata kasus korban pinjaman online, mereka menggunakan lebih dari 3 aplikasi dalam satu waktu.
Kebanyakan, mereka juga awalnya coba-coba, lalu ketagihan dan pada akhirnya meminjam ke aplikasi lain untuk menutup utang di aplikasi lainnya.
Yang tujuan awalnya untuk kebutuhan mendesak, tetapi malah dipakai untuk hal lain yang cenderung konsumtif sehingga ketika tiba waktu jatuh tempo yang bersamaan, baru kelabakan untuk cari uang menutup cicilan.
Penulis | : | Nindy Nurry Pangesti |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar