Dilansir dari laman resmi hukumonline.com, ada aturan dalam pembagian harta pasutri yang masih dalam tahap kredit.
Untuk menentukan siapa yang berhak memiliki harta kredit tersebut, sesuai dengan Pasal 32 ayat (2) UU Perkawinan, yaitu rumah tempat kediaman (harta kredit) sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami-istri secara bersama.
Sehingga jika, sepasang suami-istri memutuskan untuk bercerai, maka terhadap harta tersebut harus ditentukan pembagiannya.
Hal ini sesuai Pasal 37 UU Perkawinan yang menyatakan bahwa bila perkawinan putus perkawinan, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
1. Hakim dapat memutuskan agar harta bersama yang sedang di kredit tersebut dijual melalui over kredit kepada pihak ketiga, yang hasil keuntungannya dibagi seperdua bagian menjadi hak mantan istri dan seperdua menjadi bagiian mantan suami.
2. Hakim dapat memutuskan sisa hutang yang belum dibayarkan dari pembelian harta bersama kredit tersebut yaitu seperdua menjadi tanggungan mantan suami dan seperdua menjadi tanggungan mantan istri.
Namun, tidak menutup kemungkinan hakim menyatakan tidak menerima gugatan pembagian harta gono gini bila statusnya masih dalam kredit dengan dasar hukum SEMA No. 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2018, huruf d Rumusan Kamar Agama Perkara Keluarga.
Putusan itu berbunyi, gugatan harta bersama yang objek sengketanya masih diagunkan sebagai jaminan utang atau objek tersebut mengandung sengketa kepemilikan akibat transaksi kedua dan seterusnya, maka gugatan atas objek tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Karena itu sebelum bercerai pasutri harus membuat kesepakatan akankah menjual aset untuk dibagi secara rata dan adil atau memberikan kepada salah satu pihak saja.
Selain itu pasutri juga bisa memberikan aset yang masih dalam cicilan kredit tersebut kepada anak atau orang tua.
Penulis | : | Nindy Nurry Pangesti |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar