Find Us On Social Media :

Indonesia Tetapkan Masa Karantina Bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri 7 Hari: Cukup Efektif Deteksi Kasus Positif

Durasi karantina Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) ditetapkan 7x24 jam

GridFame.id- Setelah mengumumkan meniadakan daftar 14 negara (dengan trasnmisi komunitas varian Omicron) asal WNA yang dilarang masuk Indonesia.

Terdapat juga pengumuman mengenai durasi masa karantina terbaru bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN).

Durasi masa karantina ini akan disamakan tidak lagi menggunakan sistem 7-10 hari.

Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19 kembali menerapkan penyesuaian aturan karatina bagi pelaku perjalanan luar negeri.

Dalam aturan terbaru tersebut menetapkan masa karantina saat ini yang ditetapkan adalah 7x24 jam bagi pelaku perjalanan luar negeri.

Adapun keputusan ini tertuang dalam SK KaSatgas No.3 Tahun 2022 tentang Pintu Masuk (Entry Point), Tempat Karantina dan Kewajiban RTPCR bagi Warga Negara Indonesia Pelaku Perjalanan Luar Negeri.

“Warga Negara Indonesia pelaku perjalanan luar negeri wajib melakukan karantina dengan jangka waktu 7x24 jam,” demikian tertulis SK KaSatgas 3 Tahun 2022.

Selain durasi waktu karantina dalam SK tersebut juga disebutkan bahwa WNI pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) melakukan karantina di tempat karantina terpusat secara gratis yang pelayanannya mencakup penginapan, transportasi, makan, obat, alat pelindung dirim bahan habis pakai dan biaya RT-PCR.

Adapun mereka yang mendapat pelayanan tersebut adalah orang-orang tertentu seperti Pekerja Migran Indonesia (PMI) , Pelajar atau mahaiswa yang kembali ke Indonesia setelah menamatkan pendidikan, pegawai pemerintah, maupun perwakilan Indonesia dalam ajang perlombaan maupun festival Internasional.

Baca Juga: Ini Dua Kondisi yang Bisa Menyatakan Pasien Covid-19 Omicron Sembuh

Bagi pegawai pemerintah yang tidak bersedia melakukan karantina terpusat dapat memilih karantina di hotel dengan biaya pribadi.

Ketentuan ini mulai berlaku dari 12 Januari -31 Desember 2022 dengan pertimbangan perbaikan jika terdapat kekeliruan.

Melansir laman covid19.go.id, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan penerapan kebijakan ini berlandaskan penelitian terbaru .

“Berdasar beberapa hasil studi terkini varian Omicron disinyalir memiliki rata-rata kemunculan gejala yang lebih dini sehingga karantina 7 hari cukup efektif mendeteksi kasus positif,” ujarnya

Keputusan ini, menurut Wiku didukung dengan temuan ilmiah di berbagai negara salah satunya studi epidemiologi varian Omicron di Jepang  yang menyatakan aghwa penderita akan mencapai titik tertinggi pada hari ke 3 sampai ke 6 setelah timbul gejala.

Kemudian juga CDC di Amerika Serikat, di mana para tim ahli merekomendasikan masa karantina yang lebih pendek setelah terbukti secara ilmiah bahwa kemampuan seseorang positif menulari orang lain terjadi pada awal infeksi yakni pada hari ke 1-2 sebelum muncul gejala hingga 2-3 hari setelahnya.

“Prinsip karantina ini adalah masa untuk mendeteksi adanya gejala karena ada waktu sejak seseorang tertular hingga menunjukkan gejala. Dengan demikian lolosnya orang terinfeksi ke masyarakat dapat dihindari,” jelasnya.

Wiku menegaskan bahwa berdasarkan beberapa hasil studi terkini, varian Omicron disinyalir memiliki rata-rata kemunculan gejala yang lebih dini sehingga karantina 7 hari sudah cukup efektif mendeteksi kasus positif.

“Apalagi upaya deteksi berlapis dengan entry dan exit test serta monitoring ketat distribusi varian Omicron dengan SGTF dan WGS yang sejalan dengan rekomendasi strategi multi-layered WHO terkait perjalanan internasional juga dijalankan,” ujar Wiku.

Baca Juga: Kemenkes Prediksi Puncak Kasus Omicron Terjadi Februari 2022 Beri Himbauan Agar Lakukan Ini Sebagai Antisipasi