Dalam remedial ini, PT FIF juga melaksanakan kerja sama dengan agent call resmi berbadan hukum khusus penanganan kontrak dengan keterlambatan di atas 30 hari, mitra advokat, dan mitra badan hukum jasa penagihan.
Kontrak ini pada umumnya akan menjadi cikal bakal dilakukannya proses eksekusi jaminan fidusia.
Lebih lanjut, Riadi menjelaskan, biasanya kustomer sudah kaget atau syok saat menghadapi situasi seperti ini.
"Bisa jadi orang yang melakukan eksekusi jaminan fidusia tersebut bukan karyawan atau mitra resmi perusahaan pembiayaan, tetapi oknum yang tidak memiliki legalitas dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia," katanya.
"Pada dasarnya kami selalu terbuka bagi seluruh customer kami untuk bisa berdiskusi terlebih dahulu ketika terjadi permasalahan kredit. Selama customer dengan itikad baik datang ke kantor kita akan carikan solusi terbaik bagi kedua belah pihak," katanya.
Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021 menyebutkan, bagi debitur yang mengakui ada wanprestasi, maka ia bisa menyerahkan sendiri objek jaminan fidusia kepada kreditur.
Eksekusi juga bisa dilakukan langsung oleh kreditur jika debitur mengakui ada wanprestasi.
Putusan MK ini bermula dari gugatan Joshua Michael Djami.
Dirinya mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 15 Ayat 2 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Joshua adalah karyawan di perusahaan pembiayaan dengan jabatan kolektor internal.
Ia meminta kejelasan terkait proses eksekusi objek jaminan fidusia.