Kemudian, dalam perjanjian pun telah disepakati bahwa debitur wajib membayar bunga sebesar 2,5 persen setiap bulan atau 30 persen setahun.
Mahkamah Agung menegaskan bahwa karena bunga telah disepakati dan diperjanjikan, maka hal tersebut mengikat kedua pihak, sehingga bunga tersebut dibenarkan menurut hukum dan debitur wajib membayar bunga yang diperjanjikan.
Namun Mahkamah Agung berpendapat, meski telah diperjanjikan besarnya bunga 2,5 persen per bulan, akan tetapi besarnya bunga perlu disesuaikan dengan bunga yang berlaku di bank pemerintah, yaitu sebesar 18 persen setahun terhitung sejak gugatan didaftarkan sampai tergugat membayar lunas hutangnya atau saat putusan dilaksanakan.
Pendapat yang serupa dapat pula dilihat pada Putusan Mahkamah Agung No. 311 PK/Pdt/2017 tanggal 16 Agustus 2017. Perkara tersebut adalah sengketa antara koperasi simpan pinjam dan debiturnya.
Dari serangkaian proses persidangan, ditemukan fakta hukum bahwa dalam perjanjian pinjam meminjam uang disepakati besaran bunga 3,5 persen per bulan atau 42 persen setahun dan denda sebesar 5 persen per bulan dari jumlah angsuran.
Fakta persidangan membuktikan debitur melakukan tindakan ingkar janji. Namun mengenai besaran bunga, Mahkamah Agung menilai hal tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kewajaran, yakni sebesar 12 persen setahun terhitung sejak gugatan.
Sementara tuntutan denda sebesar 3,5 persen per bulan tidak dikabulkan oleh hakim. Selain pada putusan di atas, tindakan Mahkamah Agung yang menyesuaikan besaran denda pun dapat dilihat pada Putusan No. 494 K/Pdt/1995 tanggal 12 Desember 1995.
Sehubungan dengan besaran bunga dan denda pinjaman yang tidak wajar, hakim diberikan wewenang untuk menyesuaian besarannya sesuai rasa keadilan dan nilai kewajaran.
Tidak terkecuali dalam perjanjian pinjol. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka terdapat ruang gerak bagi hakim untuk memasuki perjanjian antara penyelenggara atau pemberi pinjol dengan konsumen, termasuk menilai dan meneliti apakah besaran bunga dan denda pinjol telah memenuhi rasa keadilan dan nilai kewajara.
Tidak menutup kemungkinan pula bahwa dari pemeriksaan yang dilakukan, hakim akan menyesuaikan besaran bunga dan denda yang nilai tidak wajar dan/atau tidak memenuhi rasa keadilan yang ditetapkan pemberi pinjol dan disepakati dalam perjanjian.
Untuk itu, sudah sepatutnya apabila setiap pihak yang berkepentingan dan/atau terlibat dalam transaksi pinjol mempertimbangkan rasa keadilan dan nilai kewajaran dalam menetapkan besaran bunga.
Hal ini karena ketidakwajaran dan ketidakadilan yang tertuang atau tersirat di dalam perjanjian akan menjadi akses masuk bagi hakim untuk menilai hal tersebut dan menyesuaikan dengan nilai hukum yang berlaku, dikutip dari Kompas.com.