GridFame.id - Pinjaman online (pinjol) adalah salah satu alternatif pembiayaan yang ditawarkan oleh beberapa platform fintech kepada masyarakat, termasuk mahasiswa.
Dengan pinjol, mahasiswa dapat meminjam dana secara cepat dan mudah untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT) yang menjadi kewajiban mereka setiap semester.
Namun, apakah pinjol benar-benar solusi yang tepat untuk membayar UKT?
Apa saja risiko yang mungkin timbul jika mahasiswa menggunakan pinjol untuk membayar UKT?
Bagaimana pengaruhnya terhadap SLIK OJK dan peluang kerja di masa depan?
1. Risiko Kredit Macet
Salah satu risiko utama yang harus diwaspadai oleh mahasiswa yang menggunakan pinjol untuk membayar UKT adalah kredit macet.
Kredit macet adalah kondisi di mana debitur gagal membayar cicilan pinjaman sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.
Kredit macet dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kesulitan keuangan, pengelolaan keuangan yang buruk, bunga yang tinggi, atau penipuan.
Kredit macet dapat berdampak negatif bagi debitur maupun kreditur.
Bagi debitur, kredit macet dapat menyebabkan:
- Denda atau sanksi yang harus dibayar
- Gangguan atau penagihan yang dilakukan oleh kreditur atau debt collector
- Penurunan skor kredit atau credit scoring yang tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK
- Masuk ke dalam daftar hitam (black list) kreditur
- Kehilangan aset atau jaminan yang diserahkan sebagai agunan pinjaman
Bagi kreditur, kredit macet dapat menyebabkan:
- Kerugian finansial akibat tidak tertagihnya pinjaman
- Penurunan kinerja atau kesehatan keuangan
- Penurunan reputasi atau kepercayaan publik
Menurut data OJK, pada Juni 2023, nilai kredit macet pinjol mencapai Rp1,73 triliun, naik 120,68% dari Januari 2022.
Kasus kredit macet pinjol paling banyak melibatkan peminjam dari kelompok usia 19-34 tahun, dengan akumulasi gagal bayar utang senilai Rp763,65 miliar.
Hal ini menunjukkan bahwa banyak anak muda, termasuk mahasiswa, yang terjerat utang pinjol dan tidak mampu membayarnya.
2. Risiko SLIK OJK
SLIK OJK adalah sistem informasi yang dikelola oleh OJK untuk mendukung pelaksanaan tugas pengawasan dan layanan informasi di bidang keuangan.
Salah satu fungsi SLIK OJK adalah menyediakan informasi debitur (iDeb) yang mencatat riwayat kredit dan kolektibilitas (kol) debitur.
Kolektibilitas adalah klasifikasi status keadaan pembayaran angsuran kredit oleh debitur, yang dibagi menjadi lima skor, yaitu:
- Skor 1: Kredit lancar, artinya debitur selalu memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan setiap bulan beserta bunganya hingga lunas tanpa pernah menunggak.
- Skor 2: Kredit DPK atau Kredit dalam Perhatian Khusus, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 1-90 hari.
- Skor 3: Kredit tidak lancar, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 91-120 hari.
- Skor 4: Kredit diragukan, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 121-180 hari.
- Skor 5: Kredit macet, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit lebih 180 hari.
Skor kredit yang tertera pada SLIK OJK akan mempengaruhi kemampuan debitur untuk mendapatkan pinjaman lagi di masa depan.
Semakin rendah skor kredit, semakin sulit debitur untuk mendapatkan persetujuan pinjaman dari kreditur, baik perbankan maupun non-perbankan.
Baca Juga: Pinjol Legal Sebar Data Berarti Utang Tak Usah Dibayar? Lakukan Ini Biar Jera!
Hal ini karena skor kredit menunjukkan tingkat kredibilitas dan kesehatan keuangan debitur.
Kreditur tentu akan lebih memilih debitur yang memiliki skor kredit tinggi, karena dianggap lebih mampu dan bertanggung jawab dalam membayar kewajibannya.
3. Risiko Lamaran Kerja
Selain mempengaruhi kemampuan mendapatkan pinjaman, skor kredit yang tertera pada SLIK OJK juga dapat mempengaruhi peluang debitur untuk mendapatkan pekerjaan.
Beberapa perusahaan, terutama yang bergerak di bidang keuangan, menggunakan SLIK OJK sebagai salah satu syarat atau pertimbangan dalam proses perekrutan karyawan.
Hal ini karena perusahaan ingin memastikan bahwa calon karyawan memiliki integritas, disiplin, dan tanggung jawab yang tinggi, termasuk dalam hal keuangan.
Jika calon karyawan memiliki skor kredit yang rendah atau masuk ke dalam daftar hitam kreditur, maka perusahaan dapat menilai bahwa calon karyawan tersebut tidak memiliki kualitas yang diinginkan.
Perusahaan dapat menganggap bahwa calon karyawan tersebut tidak dapat mengelola keuangan dengan baik, tidak dapat memenuhi kewajiban dengan tepat waktu, atau bahkan berpotensi melakukan tindakan tidak etis atau kriminal, seperti korupsi, penipuan, atau pencurian.
Oleh karena itu, perusahaan dapat menolak lamaran kerja dari calon karyawan tersebut.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menggunakan pinjol untuk membayar UKT memiliki risiko yang cukup besar, baik bagi debitur maupun kreditur.
Oleh karena itu, sebaiknya mahasiswa tidak menggunakan pinjol untuk membayar UKT, kecuali jika benar-benar tidak memiliki pilihan lain.
Mahasiswa juga harus memastikan bahwa mereka mampu membayar cicilan pinjol sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, agar tidak terjerat utang yang berkepanjangan.
Selain itu, mahasiswa juga harus mencari sumber pendapatan lain, seperti bekerja paruh waktu, berwirausaha, atau mendapatkan beasiswa, agar tidak bergantung pada pinjol untuk membayar UKT.