Sementera konsumen diposisikan sebagai pihak inferior karena lemah secara ekonomi dan dalam posisi yang tidak strategis karena terdesak kebutuhan uang dalam jumlah tertentu.
Merujuk pada seluruh uraian di atas, maka diketahui bahwa secara teoritis terdapat ruang yang berpotensi dijadikan akses hakim menilai dan meneliti isi perjanjian pinjol, termasuk kesepakatan terkait besaran bunga dan denda pinjol tentunya.
Hakim dapat menilai apakah dalam pembuatan dan/atau pelaksanaan perjanjian pinjol terdapat penyalahgunaan dari pihak penyelenggara atau pemberi pinjol.
Jika ditemukan hal tersebut, maka hakim dapat memasuki perjanjian pinjol untuk kemudian menilai apakah isi perjanjian telah sesuai dengan nilai di masyarakat, khususnya nilai keadilan dalam transaksi pinjam meminjam sejulah uang.
Hakim ubah bunga dan denda Di Indonesia terdapat beberapa putusan pengadilan yang menggunakan dalil penyalahgunaan keadaan untuk memasuki isi perjanjian, guna meneliti dan menilai apakah perjanjian telah memenuhi rasa keadilan yang hidup di masyarakat.
Termasuk sehubungan dengan topik besaran bunga dan bunga pinjaman utang piutang yang dinilai terlalu tinggi dan tidak wajar.
Ada beberapa putusan hakim yang menyesuaikan besaran tersebut untuk kemudian disesuaikan dengan nilai kewajaran. Hal tersebut salah satunya dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung No. 1076 K/Pdt/1996 tanggal 09 Maret 1996.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan, terbukti bahwa debitur (tergugat) berhutang kepada kreditur (penggugat) sebesar Rp 350 juta.
Baca Juga: Perhatian Penting Untuk Tahu! Pinjol Bisa Tahu Nomor Teman Si Peminjam Uang, Begini Cara Kerjanya
Source | : | kompas |
Penulis | : | Ayudya Winessa |
Editor | : | Miya Dinata |
Komentar