Atas perbuatan tersebut, setiap orang yang dilanggar haknya, dalam hal ini yakni korban, dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Namun, merujuk pada Angka 3 huruf c Lampiran SKB UU ITE (hal. 11), ditegaskan bahwa jika muatan/konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan, maka perbuatan tersebut bukan merupakan delik yang berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Selain itu, fokus pemidanaan terkait Pasal 27 ayat (3) UU ITE bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum, yakni kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal.
Sehingga, jika merujuk pada SKB UU ITE tersebut, si penyebar tidak melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, mengingat hal yang disebarkan tersebut dapat diasumsikan merupakan sebuah kenyataan, yang mana diambil dari konten yang disebarkan sendiri oleh orang yang unggahannya di-screenshot tersebut.
Baca Juga: Bukan Cuma Undangan Nikah Bodong, Ini Modus Penipuan Lain Pakai Link Instagram yang Bisa Gasak Saldo M-Banking Anda
Meski demikian, patut diperhatikan, disarikan dari SKB UU ITE Tak Bisa Mengikat Penafsiran Hakim, Apakah Berfaedah?, meskipun SKB UU ITE bisa mengontrol kesamaan pandangan aparat penegak hukum dalam menerapkan UU ITE sebelum maju ke pengadilan, namun SKB UU ITE tidak bisa mengikat penafsiran hakim.
Sehingga, meskipun dalam SKB UU ITE telah ditegaskan bahwa muatan berupa suatu kenyataan yang disebarkan tidak melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, tapi majelis hakim bisa saja memutuskan lain, sehingga si pengunggah masih berpotensi dipidana atas aduan dari si korban.
Selain itu, patut diperhatikan, jika screenshot tersebut kemudian diunggah ulang disertai muatan berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, si pelaku dapat dijerat Pasal 315 KUHP.
Pelaku yang melakukan screenshot postingan yang ada data pribadi di dalamnya dapat dijerat dengan Pasal 65 ayat (1) jo. Pasal 67 ayat (1) UU PDP yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
Apabila dilanggar, pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
Kemudian apabila screenshot postingan yang di dalamnya memuat data pribadi tersebut kemudian disebarluaskan, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 65 ayat (2) jo.
Pasal 67 ayat (2) UU PDP yang mengatur bahwa setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya.
Bila dilanggar, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.
Source | : | Hukumonline.com |
Penulis | : | Nindy Nurry Pangesti |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar