Melansir Kompas.com, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan sebanyak 16 penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp 2,5 miliar hingga akhir Januari 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan dari 16 penyelenggara fintech P2P lending tersebut, 9 penyelenggara fintech P2P lending sedang dalam proses persetujuan permohonan peningkatan modal disetor.
Ketentuannya setiap perusahaan pinjol harus menjaga ekuitas minimum tetap Rp 2,5 miliar.
Selama Januari 2024, Agusman mengatakan OJK telah mengenakan sanksi administratif kepada 25 penyelenggara fintech P2P lending atas pelanggaran yang dilakukan terhadap POJK yang berlaku atau hasil tindak lanjut pemeriksaan langsung Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
Ia menyebut pengenaan sanksi administratif terdiri dari 31 teguran atau peringatan tertulis.
Jika tak kunjung terpenuhi, perusahaan pinjol tersebut terancam bakal ditutup.
Bagaimana nasib nasabah yang galbay?
Ditilik dari hukumonline.com, jika perusahaan pinjol ditutup, nasabah galbay pinjol masih tetap memiliki kewajiban untuk membayar utangnya kepada kreditur.
Hal ini karena utang piutang adalah perjanjian hukum yang mengikat antara debitur dan kreditur, yang tidak tergantung pada status perusahaan pinjol.
Namun, nasabah galbay pinjol juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum jika perusahaan pinjol melakukan penagihan yang melanggar aturan, seperti menyebar data pribadi, melakukan intimidasi, atau menarik bunga yang tidak wajar.
Nasabah galbay pinjol juga dapat mencari solusi bersama dengan perusahaan pinjol, seperti melakukan restrukturisasi utang, mengajukan keringanan bunga, atau mencari mediator.
Baca Juga: Pinjol Tak Boleh Terbitkan Surat Utang! Ini Larangan yang Harus Dipatuhi Menurut Aturan OJK
Penulis | : | Ayudya Winessa |
Editor | : | Ayudya Winessa |
Komentar