GridFame.id - Kabar tentang dibuangnya jasad tiga orang anak buah kapal (ABK) Long Xing baru-baru ini kembali menjadi sorotan.
Hal ini lantaran sebuah stasiun televisi Korea, MBC melaporkan keberadaan sejumlah WNI yang bekerja sebagai ABK dalam keadaan yang sangat memprihatinkan.
Bahkan, MBC menyebut suasana kerja yang ada di kapal seperti lingkungan perbudakan sehingga mereka menyimpulkan bahwa mereka dieksploitasi.
Narasumber MBC mengungkapkan bahwa kapal Long Xing merupakan kapal yag seharusnya menangkap ikan tuna.
Namun secara ilegal mereka juga menangkap hiu dan hal ini dibuktikan dengan banyaknya sirip hiu dan bagian tubuh lain di kapal tersebut.
Dilansir dari Kompas.com, dalam cuplikan video pemberitaan MBC, para WNI ini diminta untuk bekerja di kapal selama 30 jam dengan waktu istirahat yang sangat singkat.
Dalam 13 bulan bekerja, sekitar 20-22 jam per hari, dan mereka dibayar sekitar 1,7 juta atau sekitar Rp 100 ribu dalam satu bulannya.
Selain itu, para WNI dilarang untuk mengkonsumsi air mineral yang tersedia di kapal dan hanya boleh meminum air laut yang telah di filtrasi.
Kasus ini mencuat di Korea bermula saat para pekerja singgah ke Busan, Korea untuk meminta pertolongan dari masyarakat Internasional.
Mereka juga yang membongkar pembuangan jasad rekan ABK ke laut yang dilakukan dari atas kapal.
Ada tiga orang ABK yang jasadnya dibuang ke laut dengan alasan agar para kru kapal tidak terinfeksi virus menular dari mayat.
Pertama bernama Ari (24 tahun) meninggal pada Februari 2020 lalu setelah 1 tahun lamanya bekerja di kapal Long Xing.
Kedua yakni Sefri (24 tahun) dari Palembang yang juga sakit hingga meninggal dunia.
Ketiga adalah Al Fattah yang sempat membuat publik Indonesia heboh akhir tahun lalu.
Pria asal Enrekang, Sulawesi ini meninggal dunia pada September 2019 dan jasadnya di buang ke laut dengan alasan untuk menghindari virus bagi kru lain.
Selain itu, ada satu korban tambahan yakni Effendi yang sempat menjalani perawatan di Busan akibat menderita radang paru-paru (pneumonia) tapi sayang nyawanya tak tertolong.
Berdasarkan cuplikan video MBC, para ABK sebenarnya telah menandatangani perjanjian hitam diatas putih sebelum mulai bekerja.
Perjanjian itu juga menyatakan jika nantinya menunggal dunia maka jasad akan dikremasi dan dipulanhkan ke Indonesia.
Namun pada kenyataannya, hal itu tidak terjadi pada tiga ABK yang telah meninggal dunia.
Hampir semua ABK yang meninggal sebelumnya mengalami sakit parah selama berada di kapal namun tidak mendapatkan perawatan yang baik.
Kasus eksploitasi ABK ini mengingatkan pada kasus perbudakan di Benjina, Kepulauan Aru yang terjadi di era Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.